Menyongsong Satu Abad IMM

Memoir Untuk Palembang: Pasang Surut Dinamika Kaum Merak


Selayang Pandang

Perjalanan panjang kurang lebih 60 tahun sejak pertama kali berdirinya, IMM menjadi sebuah Ikatan yang terus hadir dalam peristiwa-peristiwa perubahan sosial dalam pembangunan peradaban Indonesia. IMM sebagai sebuah Ikatan yang senantiasa hadir dalam agenda-agenda perubahan, menjadi organisasi yang tak luput tersorot dari perhatian berbagai pihak. IMM sebagai organisasi yang cukup disoroti ialah buah dari bagaimana kontribusi IMM dalam melahirkan kader-kader yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Para kader-kader IMM ini tersebar ke berbagai lini di dalam masyarakat baik pada tataran grass root maupun stakeholder. Kader-kader ini mengambil andil dalam pembangunan peradaban, hal ini adalah buah dari bagaimana upaya intelektual muda IMM dahulu berkontribusi aktif dalam pembangunan moral dan intelektual kader-kadernya.

IMM yang terus menjadi sorotan lantas menjadikannya sebuah organisasi yang “dituntut” bukti peran aktifnya oleh zaman dan umat. Kita tak boleh terbuai dan luput oleh karena segala romantisme-romantisme masa lalu IMM. Setiap zaman memiliki tantangannya tersendiri. Permasalahan era sekarang sangat jauh berbeda dengan era terdahulu, fakta tersebut dapat kita temui dengan mudah. Baik permasalahan yang mendasar ataupun permasalahan yang timbul di permukaan semuanya memiliki perbedaan. Konsekuensi logis dari permasalahan ini ialah diperlukannya solusi yang sama sekali baru dan berbeda pula.

Permasalahan gerakan kaderisasi, gerakan keilmuan, dan gerakan sosial-politik IMM menemui berbagai ragam problematika yang belum pernah ditemui sebelumnya, efek dari kemajuan zaman yang nampaknya mengantarkan kita pada malapetaka jika tak segera dibenahi. Sungguhpun tak ada yang tidak bisa dalam pengentasan masalah-masalah yang hadir ini. Djazman Al Kindi salah seorang pendiri IMM telah memperingatkan kader IMM lintas zaman untuk terus menghayati tujuan berdirinya IMM. Kembali Djazman Al kindi menjelaskan “sebagai gerakan Mahasiswa Islam, IMM harus senantiasa menegakkan prinsip amal ilmiah dan ilmu amaliah, sehingga kelak, Muslim Intelektual mampu menjadi salah satu faktor yang ikut menentukan arah perubahan-perubahan yang kini sedang berlangsung di Indonesia”.  Karena sesungguhnya manusia akan selalu bisa menemukan solusi-solusi alternatif, hal ini senada dengan penjelasan Nietzsche dengan manusia Übermensch-nya, “bahwa tekanan atau penderitaan dapat menjadi sumber pemahaman yang lebih dalam tentang diri kita sendiri dan dunia di sekitar kita”.

Refleksi Zaman: IMM Hari Ini

Gerakan perkaderan sebagai suatu yang melekat erat pada diri IMM menjadi sebuah agenda vital. Apabila satu lini ini saja tidak dilakukan secara ideal melihat kebutuhan realitas sosial yang ada, IMM telah mati sebelum ia bergerak. Ada beberapa masalah yang sedang menjangkiti gerakan IMM sekarang.

Pertama, disorientasi politik. Fenomena ini ialah bagaimana suatu gerakan perkaderan dicampuradukan dengan hasrat politik yang irasional. Kepentingan perkaderan bukan hanya berorientasi pada kuantitas kader. IMM sebagaimana yang tertera pada tujuannya “ mengusahakan terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah”. Bagaimanapun gerakan IMM bukanlah gerakan menimbun manusia, IMM adalah sebuah gerakan nilai. Sebab, tidak ada pewajaran dalam peniadaan nilai perkaderan dengan nilai apapun.

Kedua, banalitas intelektual. Fenomena ini ialah dimana IMM sendiri sebagai gerakan intelektual telah mengalami kemandegan aktifitas dialektika. IMM mengalami disfungsi dalam amanahnya melahirkan kaum intelek. Penyebab hal ini dapat terjadi karena dalam tubuh IMM sendiri sudah tidak lagi atau keliru dalam menerapkan pemikiran kritis dan refleksi kehidupan sehari-hari. Banyak faktor yang berkontribusi bagaimana akhirnya banalitas intelektual dapat terjadi. 1) Tekanan sosial untuk konformitas, 2) kurangnya pendidikan yang mempromosikan pemikiran kritis oleh kampus, 3)kecenderungan individu untuk memilih kemudahan dibandingkan dengan penjelasan yang lebih kompleks. Dalam konteks sosial dan budaya, misalnya, dalam media massa, berita yang dangkal atau sensationalist sering kali lebih menarik perhatian daripada liputan yang mendalam dan analitis. Dalam politik, klise dan retorika yang dangkal mungkin lebih mudah diterima oleh massa daripada pemikiran yang lebih kompleks dan berbasis fakta.  

Ketiga, salah kaprah gerakan emansipatoris. Hilangnya identitas gerakan sosial pada internal IMM sendiri menjadi permasalahan yang mengkristal. Fenomena ini diindikasikan telah menjangkiti IMM sejak banyaknya pengaruh dari dominasi gerakan pemberdayaan yang diformulasikan oleh kampus. Melalui kemitraan kampus dengan industri-industri yang ada, kampus seolah merencanakan program-program pemberdayaan yang seakan berlandaskan pada nalar emansipatoris. Sebuah malapetaka jika kader IMM sendiri yang semestinya ia memiliki kesadaran emansipatoris, telah terikut alur logika penalaran kampus yang masih memiliki kekeliruan dalam perumusannya. Akhirnya, kader IMM mengandalkan program dari kampus ini. Seolah bagai anugerah, program pemberdayaan dari kampus menjadi program yang dipaksakan. Living in sudah bukan menjadi metode yang efektif bagi logika pemberdayaan kampus ini. Asal target tepenuhi, pendanaan sesuai porsi, pemberdayaan semu pun terjadi.

Demikian sekelumit realitas gerakan IMM yang saat ini menjangkiti IMM. Paradigma kader disempitkan. Kader-kader IMM terpenjara oleh dominasi ekternal yang telah diproyeksikan sedemikian rupa. Sudah saatnya IMM mengupayakan gerakan-gerakan alternatif. Gerakan transformatif yang tentunya punya esensi emansipatoris. Bukan hal yang tabu sebenarnya bagamana gerakan mahasiswa berkolaborasi dengan pihak-pihak pengambil kebijakan, industri, dan lain-lain. Dengan satu syarat, tetap berprinsip pada tujuan lahirnya IMM.

Menyongsong Satu Abad IMM: Cinderamata Untuk Semua

Menyongsong perjalanan menuju satu abad IMM ialah tantangan sekaligus peluang dalam menciptakan gerakan yang lebih memiliki kebermanfaatan. IMM sebagai organisasi perkaderan memiliki macam bentuk gerakan. Gerakan Perkaderan, gerakan keilmuan, gerakan sosial. Selain yang telah diatur dalam sistem perkaderan Muhammadiyah, dan sistem perkaderann IMM sendiri, segala macam bentuk progresifitas IMM mesti bergerak pada tiga lini bentuk gerakan tersebut. Agar IMM bergerak tidak sporadis.

Optimalisasi Gerakan Akar Rumput

Melihat kultur gerakan yang berbeda dalam internal IMM perlu rasanya kita kembali membuka bagaimana para intelektual merumuskan gen pemikiran, dan gerakan intelektual seperti apa yang menjadi ciri IMM. Tentu agar tidak mengalami anomali rumusan-rumusan tersebut perlu untuk dikontekstualisasikan. Gerakan akar rumput ini dirasa perlu untuk dimasifkan karena bentuk-bentuk perkaderan pada tingkat yang paling mendasar ini terlepas dari berbagai macam intrik-intrik.

Gerakan akar rumput ini bukanlah gerakan yang dilakukan tanpa perencanaan matang. Gerakan ini harus pula berlandas pada nilai-nilai tranformasi agar output dari gerakan ini kebermanfatan-nya jelas. Gerakan akar rumput ialah sebuah gerakan yang bertujuan untuk menghadirkan kesadaran transformatif pula. Tentu diawali dengan analisis kebutuhan agar tetap relevan. Namun memang perlu disadari bahwa gerakan ini perlu didukung oleh semua komponen yang ada. 

Gerakan akar rumput ini sangat kental dengan penanaman nilai kebudayaan yang nantinya akan menjadi habituasi. Hadirnya budaya intelektual menjadi sesuatu yang mestnya diraih pada gerakan akar rumput ini. Dengan segala tantangan masa kini, dan hasil refleksi yang telah disampaikan sebelumnya, upaya yang dapat dilakukan dalam meraih budaya intelektual tersebut ialah:

a. Reorientasi dan Revitalisasi Perkaderan 

Poin upaya ini ialah dalam rangka IMM dalam merawat kembali apa yang tertinggal. Memang kondisi pasca pandemi memiliki dampak yang berkepanjangan. Maka perlu untuk kita kembali meluruskan prinsip-prinsip perkaderan yang telah disepakati. Upaya ini juga dibarengin dengan penguatan nilai perkaderan itu sendiri.

b. Rekonstruksi Keilmuan

IMM yang berbasis pokok pada kampus-kampus, sudah semestinya kembali membudayakan tradisi-tradisi intelektual. Kader IMM harus mendobrak kelesuan intelektual yang saat ini menjangkiti kampus-kampus. IMM sendiri pun mestinya punya modal intelektual yang sangat mungkin untuk dipadu padankan. Bermacamnya studi-studi yang saat ini sedang dilalui kader-kader IMM harus lah memiliki orientasi emansipatoris bukan positivistik. Hemat kami bukan ilmu untuk ilmu, akan tetapi ilmu untuk pembebasan.

c. Objektivikasi nilai-nilai Keislaman

IMM sebagai ikatan yang dituntut untuk memiliki keberdampakan sosial haruslah dijawab dengan cakap. Objektivikasi sebagai sebuah ujung proses gerakan semestinya sudah coba di rumuskan oleh IMM sendiri. Gerakan IMM yang memiliki ciri khas nilai-nilai keIslaman harus memiliki gerakan yang dihayati oleh pihak manapun sebagai gerakan yang objektif. Upaya tersebut tentu berangkat dari hal-hal konseptual keilmuan. Kematangan konsep akan menjadi kunci keberhasilan gerakan ini.

Merah yang Terbit di Selatan

Momentum Muktamar ini harus dimaknai sebagai kesempatan kita untuk merefleksikan gerakan IMM, kemudian mencoba menyusun kembali gerakan-gerakan yang memiliki kebermanfaatan yang lebih luas. Nalar yang mestinya harus dibangun bukanlah yang berlandaskan pada hal-hal yang tendensius. Akan tetapi lebih dari itu, momentum ini harus mengedapankan kebijaksanaan kita semua dalam mencari sebuah benang merah peradaban. Jika masing-masing dari kita mengedepankan hal-hal yang irasional, benang merah yang coba kita cari bersama-sama tersebut akan tertumpuk oleh hal-hal yang sebenarnya tak perlu, sebab dari tindakan kita sendiri.

Demikian buah tangan yang kami sampaikan ini, semoga dapat menjadi kontribusi yang bermanfaat dalam momentum berbahagia ini. Muktamar selain sebagai kesempatan untuk perumusan pembangunan peradaban juga sebagai kesempatan untuk silaturahmi gagasan maupun kultural IMM se-Indonesia.

Palembang tak hanya tentang geografis, akan tetapi juga sebagai ruang akselerasi pembangunan peradaban. Palembang sebagai sebuah titik kumpul para intelek-intelek muda IMM yang tentu memiliki niat-niat mulia. Mereka tidak berangkat dengan pesawat, Damri, atau kendaraan pribadi. Mereka berangkat dengan kesadaran untuk merumuskan gerakan untuk beberapa tahun kedepan. Mereka para kader yang resah terhadap kondisi realita IMM. Mereka yang puya gagasan yang relevan untuk kebutuhan zaman.

Proses Muktamar harapanya berujung pada gerakan-gerakan hasil perumusan yang mengedepankan rasionalitas dan perjuangan terhadap nilai-nilai IMM. Sehingga di tempat ini Palembang akan terbit secercah “Cahaya Merah” menyala bersuar ke seluruh penjuru Indonesia.

 

IMM……..Jaya

IMM……..Jaya

IMM……..Jaya Jaya Jaya


http://bit.ly/MemoirUntukPalembang