EMPIRISME DAN SKEPTISME AGAMA DALAM PEMIKIRAN DAVID HUME

Oleh :
Yamanan



Dalam sejarah peradaban umat manusia tidak bisa lepas dari filsafat. Pada mulanya filsafat hadir sebagai kekuatan infantry untuk melawan dogma-dogma dan pemikiran khurafat yang sudah mendarah dagong di dalam diri manusia. Lalu muncul agama sebagai “jembatan Emas”  untuk mencapai kebenaran hakiki “melalui jalan tol”. Namun, agama dan lain dalam perjalanannya jarang  bisa berjjalan berdampingan, adakalanya agama mengunakan filsafat untuk menafsirkan bahasa tuhan “wahyu” agar bisa di pahami oleh semua manusia.  Namun tidak jarang filsafat menolak agama secara fulgar dan skeptic. Dan Sebagai mana tradisi filsafat yang berkembang di inggris, pemikiran filosofis david hume dikenal dengan empirisme. Walaupun dia dikategorikan sebagai seorang filosof  empirismenamun dari pemikirannya lahir aliran baru yang dianggap sebagai allternatif dari ketidakpuasan akan filsafat rasionalisme, empirisme, dan idealisme yaitu skeptisme. Namun skeptisme yang dikembangkan oleh dafid hume justru berbeda dari bentuk asalnya, sebab memiliki corak lain yang disebut dengan “Mitigated Skepticism” dan “skeptisme radikal”.

Dalam skeptismenya, hume mengkritisi semuanya termasuk agama. Bagi dia agama tidak empiris dan berisikan aspek aspek metafisik, adikodrati dan bahkan kumpulan-kumpulan tahayul yang tidak mungkin bisa dibuktikan. Sebab manusia tidak ada yang pernah menjejak ke alam itu. Sehingga agama harus dibersihkan sehingga dia kembali dari adikodrati ke kodrati yang empiris.

Hume membangun sistem filsafatnya dengan bertolak secara kritis dari pemikiran empiris para pendahulunya. Ia kemudian dikenal sebagai filsuf empiris yang paling konsisten. Ia menolak tendensi idealis pada Berkeley. Ia menolak pandangan Locke yang mengatakan adanya dunia yang terlepas dan berada di luar pikiran. Ia juga mengkritik penggunaan metode induktif oleh Francis Bacon yang mengklaim dapat mencapai kepastian pengetahuan.

Filsafat Hume setia sepenuhnya dalam garis empirisme. Ia mengatakan bahwa semua yang kita alami hanyalah persepsi indrawi. Oleh karena itu, dan semua spekulasi mengenai apa yang terdapat di luar isi persepsi kita, sama sekali tidak dapat diterima, katanya. Hume juga menolak eksistensi Tuhan dan kebenaran agama. Ia bahkan juga menolak konsep Tuhan itu sendiri (karena, konsisten dengan prinsip empirisme, kita tidak mungkin memiliki konsep mengenai sesuatu kalau kita tidak memiliki pengalaman mengenai apa yang dikonsepkan itu; dan implikasi langsung dari prinsip ini adalah bahwa doktrin-doktrin metafisika dari rasionalisme, yakni mengenai keberadaan Tuhan, jiwa, substansi dan hal-hal yang bersifat supraempiris menjadi tidak mungkin). Hume juga menganggap moralitas hanyalah masalah perasaan, dan perasaan ini di luar kontrol pikiran manusia. Hume bahkan bersikap skeptis terhadap eksistensi objek-objek material di luar diri kita, skeptis terhadap keberadaan dan hakikat relasi kausalitas. Dan yang paling mengguncang pada zamannya, ia juga meragukan eksistensi jiwa manusia. Pandangan-pandangan radikal ini membuat Hume dikenal sebagai filsuf yang tanpa kompromi menolak pemikiran rasionalisme Eropa kontinental. Hume memutuskan hubungan dengan tradisi metafisika Eropa, yang merentang dari Herakelitos hingga Leibniz, dan membangun sebuah filsafat baru yang selanjutnya menghasilkan berbagai bentuk filsafat modern yang memusuhi metafisika. Empirisme Hume kemudian dikenal sebagai filssafat yang membuka jalan bagi penghancuran metafisika yang berlangsung hingga hari ini. Dengan David Hume maka tradisi empirisme Inggris mencapai kesempurnaannya. Pemikiran Hume mengenai penyebaban (causation) dan induksi, dan juga mengenai ketiadaan identitas diri (self-identity) adalah beberapa gagasannya yang sangat berpengaruh dalam sejarah filsafat. Kant sendiri mengaku bahwa perumusan filsafat kritisismenya itu menjadi mungkin karena Hume telah membangunkannya dari „tidur dogmatisnya.“ Pemikiran Hume telah mengalihkan arah penelitian filsafat Kant menjadi seperti yang kita kenal sekarang. Beberapa komentator bahkan mengatakan bahwa aliran utama filsafat berbahasa Inggris selama ini, paling tidak sampai Wittgenstein, adalah rangkaian catatan kaki untuk Hume. Karena itu, para filsuf empiris modern melihat Hume sebagai leluhur filsafat yang mereka anut.

Dari pembahasan pertama tentang empirisme dafid hume muncul sebuah penolakan terhadap agama. Lalu apa yang menjadi dasar dafid hume menolak agama? Sebelum menjawab ini, maka kita harus mengetahui apa definsi dari agama itu?

Agama memiliki berbagai definisi. Bahkan ada yang berpendapat hampir mustahil memberikan definisi yang utuh tentang agama, sebab agama yang demikian luas sangat sukar untuk didefinisikan7. Namun tidak adanya definisi dari agama juga akan menimbulkan masalah, sebab dikhawatirkan akan terjadi konflik diantara lembaga “resmi” agama dengan kelompok-kelompok yang menginginkan pengakuan terhadap “agama” mereka. . Padahal boleh jadi apa yang mereka sebut dengan agama itu tidak lebih dari sekte atau bahkan kelompok kultus belaka.8 Maka pemberian definisi yang jelas tentang agama tidak hanya diperlukan dalam dunia ilmu pengetahuan akan tetapi juga mencegah konflik di antara dan antar umat beragama.

Para filosof baik zaman awal seperti awal seperti Cicero (106- 43 SM) seorang  pakar retorika Romawitelah mengungkapkan agama sebagai anutan yang menghubungkan antara manusia dengan Tuhan. Sementara salah seorang tokoh filsafat barat modern Immanuel Kant (1724-1804) menyatakan agama adalah perasaan tentang wajibnya melaksanakan perintah-perintah Tuhan. Artinya, agama adalah hubungan manusia dengan tuhan. Allan Manzies bahwa agama sebagai penyembahan terhadap kekuatan yang lebih tinggi karena adanya rasa membutuhkan. Sementara George Galloway lebih menekankan agama sebagai keyakinan manusia kepada sebuah kekuatan yang melampau dirinya, kemana dia mencari kepuasan kebutuhan emosional dan mendapatkan ketenangan hidup, yang diekspresikan dalam bentuk penyembahan dan pengabdian.11 Pendapat para pakar Barat di atas menunjukkan sosok agama dalam bentuk pemahaman filosofis, sosiologis dan psikologis, yang merupakan hasil cipta dan karya pemikiran manusia. Kata spiritual being atau kekuatan yang berada di atas kemampuana manusia belum lagi jelas sosoknya. Hal seperti ini sesungguhnya sudah berlaku sejak zaman Yunani kuno dimana para filosof berupaya mencari tuhan sehingga menghasilkan tuhan filsafat, tuhan bukan berbentuk personal, namun sesuatu yang tidak dapat didefinisikan dan didiskripsikan, seperti tuhannya Plato dan Plotinus (205-270).

Berdasarkan definisi-definisi diatas maka agama dalam persepsi barat  adalah hubungan manusia dengan tuhannya memiliki 3 unsur pokok, yaitu adanya kepercayaan kepada yang ghaib, adanya peribadatan dan adanya ajaran-ajaran yang harus dijalankan. Setelah masuknya ajaran agama Kristen ke dunia filsafat yang menghasilkan aliran patristik dan diteruskan oleh Skolatik, maka pemahaman filosof Barat tentang agama erat kaitannya dengan agama Kristen. Dengan kata lain berbicara tentang skeptisme terhadap agama yang diproklamasikan oleh Hume, walaupun ada kaitan dengan agama secara umum, namun sesungguhnya lebih ditujukan kepada agama Kristen sebagai agama utama di barat pada saat itu.

Skeptisme dapat dipahami sebagai : the theory that we do not have any knowledge (or almost no knowledge ). We can not be completely certain that practically any of our beliefs are true. Maksudnya manusia sesungguhnya tidak memiliki ilmu pengetahuan yang utuh terhadap sesuatu hal, sehingga merekapun tidak dapat menklaim bahwa kepercayaan atau keimanan yang mereka miliki sesungguhnya mutlak benar. Skeptisme dapat dibagi kepada dua tingkatan. Pertama, skeptisme global yang menegaskan bahwa manusia tidak mengetahui sesuatupun atau sekurangnya sangat mendekati ketidaktahuan itu. Kedua, skeptisme lokal yang berpendirian bahwa kalaupun manusia dapat mengetahui sesuatu maka manusia tidak dapat mengetahui aspek-aspek di luar dari dirinya (external world), induksi (induction), Aku (the self), kebebasan (free will) dan masalah metafisik lainnya. Skeptisme memiliki sejarah yang panjang. Ada yang menyatakan filsafat ini dirintis olehj Xenophanes (570-480 BC), dilanjutkan oleh Heraclitus (535-475 BC), kemudian Cratylus (470-399 BC) sebelum bermuara pada Plato (427-347 BC) dan 5 Aristoteles (384-322 BC). Namun, Pyrrho of Elis (360 BC-270 BC ) dianggap sebagai pendiri filsafat ini. Dia dikenal sebagai public figure yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral. Tujuan hidup dalam filsafatnya adalah kebahagiaan dan ketenangan jiwa. Maka kegelisahan, ketakutan, frustasi, kemarahan dan lainnya harus disingkirkan dalam hidup manusia.12 Namun filsafat Skeptisme ini sangat popular di masa Rene Descartes (1596- 1650) dengan kata-katanya cogito ergo sum, bermakna aku berfikir maka aku ada.13Descartes tidak menerima semua hal secara utuh tapi dia mulai berfikir dan berfikir untuk mendapatkan jawaban dari setiap pertanyaan. Sehingga dia pernah berkata, aku

 ragu, yang tidak aku ragui adalah bahwa aku sedang ragu. Berdasarkan ungkapan di atas dapat dipahamai bahwa skeptisme bukan menolak kebenaran, akan tetapi menolak menerima kebenaran tanpa adanya bukti dan fakta-fakta yang menyatakannya benar. Artinya tidak ada kreteria yang pasti tentang kebenaran terkecuali bila argument yang dikemukakan itu valid.

Skeptisme Agama dafid Hume

Skeptisme mendasar dalam pemikiran Hume dapat dilukiskan sebagai serangan terhadap tiga front pemikiran. Pertama, Hume ingin menolak ajaran-ajaran rasionalistis yang beranggapan : The important truths that can be known by the mind even though we have never experience. The rationalist generally believes in innate knowledge (idea). So, that we can have certainly about metaphysical truth. Sebagai seorang empirist sejati, bahkan radikal, Hume menolak pemikiran rationalist. sebab dia berkeyakinan bahwa : The source of knowledge is experience. There are no innete ideas. Ungkapan ini tentu bertentangan dengan rationalisme yang beranggapan ilmu pengetahuan dan kebenaran tidak perlu melalui pengalaman inderawi, cukup berdasarkan rasio manusia. Selain itu ide-iode bawaan itu adalah sesuatu yang tidak tersentuh oleh empiris dan pengalam manusia, maka sesungguhnya di tidak wujud Kedua, Hume menyerang pemikiran agama baik itu Katolik, Anglikan yang masih mempercayai adanya sebab tertinggi, maupun deismeyang menganggap : that God is exists but takes no interest in human affairs . he wound up the world like a clock and then left it to run itself down. Bagi Hume, agama tidak empiris, bahkan cenderung kepada tahayul-tahayul klasik yang tidak dapat dibuktikan. Ketiga, Hume menolak dan menkritisi filsafat empirisme yang merupakan rumahnya sendiri, sebab masih mempercayai adanya substansi. Seperti diketahui substansi adalah satu pemikiran yang baku di kalangan filosof empirisme sebelum Hume, seperti John Lock (1632-1704) yang mempercayai adanya substansi material walaupun mengakui bahwa kita tidak mengetahui secara utuh hakikat dari substansi ini. Sementara George Berkeley (1685-1753) menolak pengalaman material dan menerima substansi batiniah. Ini yang dikatakan oleh Barkely dengan esse is percipi (being is being perceived) artinya yang ada itu adalah kesan dari persepsi.Hume menolak semua itu, sebab baginya baik substansi material maupun batiniah adalah ide-ide yang berada di luar jangkauan empiris manusia. Maka selaku empiris sejati semua yang tidak dapat ditelaah dengan kacamata empiris harus ditolak.

Dalam masalah skeptisme terhadap agama ada beberapa pokok penting yang dikritik oleh Hume, yaitu :

a. Tuhan

Dalam hal ketuhanan, hume berprinsip bahwa tidak ada bukti yang konkret atas keberadaan tuhan. Bahkan ilmu yang dimiliki oleh manusia tentang tuhan tidak bisa mencapai hal yang pasti dan kemampuan manusia untuk mengetahui tuhan atau aspek-aspek metafisika sangat terbatas. Selain itu Hume juga menganggap dalil-dalil yang dikemukakan oleh para filosof sebelumnya tentang keberadaan tuhan, baik itu secara kosmologis maupun teleologis tidak ada yang dapat memberikan kepastian tentang keberadaan tuhan. Keraguan Hume terhadap tuhan bertambah ketika para teolog menganggap tuhan maha sempurna. Sementara Hume melihat di alam ini muncul berbagai ketidak sempurnaan seperti kejahatan, kezaliman dan keburukan. Apabila tuhan maha semurna tentu dia akan mencitakan kesempurnaan. Ketidak sempurnaan sesungguhnya dapat dijadikan dalil bahwa tuhan itu sesungguhnya juga tidak sempurna. Bahkan boleh saja dikatakan bahwa tuhan juga sumber kejahatan. Namun pada akhirnya Hume kembali kepada jiwa skeptisnya bahwa kita tidak memiliki cukup informasi tentang tuhan sebab manusia tidak memiliki pengalaman tentang dunia lain selain dunia ini.

b. Deisme

Menurut paham deisme sesungguhnya tuhanlah pencipta alam semesta, lalu memprogramkan alam semesta dengan ilmunya yang azali dan kemudian tuhan membiarkannya berjalan otomatis dan tidak ikut campur dalam pelaksanaannya Aliran deisme ini sangat berkembang di masa abad pencerahan dan Hume dengan keras menolak paham tersebut dan menganggapnya sebagai kepercayaan yang naïf dan dipengaruhi oleh hukum kausalitas yang juga ditolak Hume sebelumnya. Sebab tidak ada bukti empiri yang membuktikan bahwa tuhan yang menciptakan alam dan mengatur pergerakannya secara otomatis.

Kembali kepada masalah kausalitas, maka Hume bukan hanya sekedar menkritik, akan tetapi membongkar kepalsuan yang ada dalam teori sebab musabbab itu. Dia berkata vahwa tidak ada dasar sama sekali menyatakan bahwa peristiwa pertama dapat menyebabkan peristiwa kedua. Ini yang diceritakan Hume dalam perumpamaan bola biliar , dimana satu bola mernghantam bola yang lainnya, sehingga yang pertama berhenti bergerak sementara yang lain meneruskan geraknya. Hume menyatakan memang bola pertama bersentuhan dengan yang lain, namun tidak dapat dinyatakan bahwa bola pertamalah yang  menyebabkan bola lain bergerak, sebab hal itu tidak dapat dibuktikan dengan empiris.

c. Mukjizat dan wahyu

Hume berpendapat bahwa mukjizat yang dijadikan salah satu aspek penting dalam agama adalah perusak hukum alam, sebab merubah tatanan empiris yang pasti kepada ranah metafisik bahkan tahyul. Berbagai kejadian dalam peristiwa mukjizat sesungguhnya sangat bersimpangan dengan hukum alam, seperti api yang tidak membakar, kelahiran tanpa proses alamiah dan lainnya.Demikian pula halnya dengan wahyu, proses penerimaannya dari Tuhan kepada manusia adalah di luar jangkauan empiri manusia sehingga susah sekali dibuktikan kebenarannya.

d. Agama adalah tahayul

Hume berpendapat bahwa agama bersumber dari tahyul-tahyul dan jauh dari pemikiran jernih filsafat. Sumber agama berupa wahyu dan permasalahan yang selalu dibicarakan di dalam agama seperti keabadian, kehidupan sesudah mati adalah aspek-aspek di luar jangkauan empiri atau pengalaman manusia. Agar agama dapat diterima maka, masalah tahyul dalam agama harus disehat dan dibersihkan. Proses ini disebut Hume dengan “skeptis sehat”, dimana unsur-unsur tahyul dalam agama itu harus dikembalikan dari sikap adikudrati kepada kenyataan kudrati yang empiris. Artinya agama harus dibumikan dari unsur langit. Agama harus ditarik dari alam metafisik ke dunia fisik. Pada akhirnya filsafat skeptisme Hume justru menimbulkan skeptis yang baru. Sebab Hume sendiri ternyata tidak mampu membuktikan konsep skeptismenya secara empiris. Hume sesungguhnya sedang berspekulasi, padahal sebelumnya dia menolak spekulasi. Maka benar apa yang dikatakan Magnis Suseno, Skeptisme Hume mengarah kepada lahirnya nihilisme.

TAWARAN SOLUSI

Ketika dafid hume menolak agama dengan cara pandang yang skeptis terhadap agama berdasarkan pemikirannya yaitu empirisme dan menolak segala cara pandang yang menggunakan rasio maka sebenarnya dia telah menggunakan akal nya dalam menentukan apa yang dia pikirkan. Saya memberikan tawaran solusi atas permasalaahan ini adalah agar kita menggunakan rasio dan empiri dalam menjawab berbagai pertanyaan yang ada.

KESIMPULAN           

Dafid hume adalah salah satu aktor penting dalam khazanah filsafat inggris “barat”. Dafid hume adalah seorang tokoh empirisme yang menolak rasionalisme. Dia menolak segala spekulasi dan mengharuskan dibuktikan secara empiri, namun nyatanya ia juga berspekulasi dan tidak bisa membuktikan secara empiri ketika mengatakan bahwa agama adalah tahayul.



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *