Satu Periode; Mengulas Keutamaan Meruwat Silaturahim dengan Puruhita Seni-Budaya Muhammadiyah.

Puruhita Seni-Budaya Muhammadiyah

“Kawula muda Muhammadiyah memiliki peranan penting dalam mendukung pembangunan dan kemajuan Persyarikatan. Sebab, semangat, ide dan kreatifitas terlahir menjadi kekuatan sekaligus masukan untuk membawa dan menghadirkan sesuatu yang baru serta menarik, salah satunya dari dunia seni dan budaya.” Hal ini disampaikan Ketua Bidang Seni Budaya dan Olahraga periode 2021-2022, Sofyan Faisnanto, S.I.Kom. Dalam pemaparan program kerja awal periode lalu, tentang pentingnya mengulas keutamaan dan meruwat silaturahim dengan budayawan Muhammadiyah.

Apakah Anda merasakan kalau budaya atau tradisi silaturahim di ikatan kini sudah mulai meredup? Saya merasakannya.

Fenomena ini sebenarnya bukan hanya terjadi ditubuh ikatan saja, melainkan juga organisasi lain terjadi gejala dan fenomena serupa. Mungkin juga di elemen lain terjadi gejala dan fenomena yang sama.

Kata silaturahmi atau kadang-kadang disebut juga silaturahim yang dipakai di Indonesia, berakar dari bahasa Arab, yaitu shilah. Artinya hubungan atau relasi, dan rahim berarti kerabat atau kasih-sayang.

Jadi, kata silaturahmi atau silaturahim bisa dimaknai sebagai hubungan kekerabatan atas dasar kasih-sayang.

Menariknya, hari ini kawula muda bangsa Indonesia sendiri tidak memaknai lebih istilah silaturahmi sebagai sebuah praktik kebudayaan, meskipun mereka mengetahui ada sejumlah doktrin yang berisi tentang pentingnya menjalin persaudaraan dengan sesama umat Islam.

Tidak dapat dimungkiri, dewasa ini tradisi silaturahmi telah mengalami pengayaan, perubahan, pengikisan, atau pergeseran bentuk. Percaya atau tidak?

Meskipun di desa-desa, tradisi silaturahim ala konvensional-tradisional dengan keluarga dan kerabat masih cukup terpelihara, meskipun dengan kualitas berbeda dengan masa lampau, di kota-kota, khususnya di kota-kota besar metropolitan, tradisi ini cukup lumer dan bergeser.

Perbedaan yang cukup mencolok misalnya dulu silaturahim di sebagian masyarakat dan momentum tertentu itu sangat tulus, hangat, dan penuh emosional, diiringi sujud sungkem anak terhadap orang tua atau berpelukan hangat antarkeluarga yang tidak jarang diiringi tangisan dan permintaan maaf yang sangat ikhlas.

Kini, saya melihat, silaturahim di sebagian lapisan organisasi tentunya tidak semuanya, menjadi semacam komoditas politik atau medium basa-basi atau gula-gula, yang menurut orang Papua serba-kurang kualitasnya: kurang hangat, kurang dekat, dan kurang tulus.

Tetapi mau bagaimanapun hal serupa memang harus terus di tunaikan dan berkelanjutan, dari pada tidak sama sekali.

Termasuk apa yang selalu di wacanakan IMM AR Fakhruddin di bidang Seni Budaya dan Olahraga selama satu periode dalam mengulas keutamaan meruwat silaturahim bersama pegiat seni budaya di Muhammadiyah.

Dalam sebuah Hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim, Nabi Muhammad juga menegaskan tentang tidak masuk surga bagi siapa saja yang memutus hubungan silaturahim. Ini menunjukkan betapa pentingnya masalah silaturahim dalam Islam.

Meski begitu, ajaran-ajaran normatif saja tidak cukup, perlu ada berbagai upaya atau cara kreatif agar tetap bisa menjaga keutuhan keluarga dan memelihara persaudaraan. Misalnya metode retreat, ruang diskusi, makan-makan bersama dalam even-even tertentu. Semua itu sangat bermanfaat untuk terus menjalin silaturahim.

Salah satu makna penting silaturahim misalnya sebagai mekanisme rekonsiliasi yang sangat efektif, bagi upaya penyelesaian berbagai problematika, perselisihan, ketegangan, atau konflik—baik antar persoalan organisasi dalam tataran sosial masyarakat, yang terjadi di kalangan kawula muda Peryarikatan Muhammadiyah tentunya.

Spirit silaturahmi juga kami jadikan sebagai sarana atau medium relasi sosial, untuk memecahkan perbagai kebuntuan dan problem ruwet di dalam internal maupun sosial masyarakat secara umum. Yang tertulis dalam kiasan wejangan beberapa puruhita seni-budaya yang selama ini kami kunjungi dalam momentum program nandur srawung. Semoga bermanfaat.

1 . Drs. H. Sukriyanto AR (Putra Ke 2 K.H. AR Fachruddin & Ketua Lembaga Seni Budaya dan Olahraga PP Muhammadiyah)

Drs. H. Sukriyanto AR

“Alhamdulillah, saya sangat senang adik-adik IMM kembali merajut silaturahim ke sini. Sebagai kader muda, tentunya harus terus memburu bimbingan, serta saran-saran sesepuh lainya dalam berbagai disiplin ilmu.”

Dalam kunjungannya tersebut, banyak hal yang didiskusikan dengan ayahanda Sukriyanto yang juga merupakan Produser Film tersebut. Salah satu yang menjadi pokok bahasan soal seni dan budaya kala itu adalah perizinan dan dizinkannya IMM AR Fakhruddin Kota Yogyakarta memproduksi film Dokumenter Historial Biografi K.H. AR Fachruddin.“Banyak sekali harapan kami selaku orang tua dan LSBO PP Muhammadiyah kepada generasi mudanya, perihal ide pengkaryaan dokumenter Pak AR ini adalah inisasi yang baik dan tentu kami apresiasi dan berharap besar kelak jangan hanya pak AR saja di karyakan, karena apa? tokoh Muhammadiyah juga banyak yang populer dan pantas untuk di Dokumenterkan”

2 . Mustofa W. Hasyim (Budayawan dan Sastrawan Muhammadiyah)

Ayahanda Mustofa W. Hasyim yang dikenal sebagai penyair, cerpenis, novelis, esais dan editor ini lahir di Yogyakarta pada 17 Nopember 1954. Karya Mustofa berupa puisi, cerpen, novel, esai, dan cerita yang dimuat di berbagai media Yogyakarta, Jakarta, Surabaya, Semarang, Solo, dan Lampung.

Naskah sandiwara radionya pernah disiarkan di Radio PTDI Kota Perak. Selain sebagai penulis karya sastra, ia juga menjadi editor buku di berbagai penerbit sejak tahun 1982, yakni Shalahudin Press, LP3Y, Sipress, Bentang Budaya, Pustaka SM, Titian Ilahi Press, Navila, dan Gita Nagari. Mustofa telah menyunting hampir seratus buku baik terjemahan maupun karya asli. Berangkat dari latar belakang itulah Pak Mus sapaan akrabnya dikenal sebagai Sastrawan dan Budayawan Muhammadiyah.

Wejangan beliau itu sangat riang dan ringan. Begitupun ketika ia berbagi pengalaman bersama kami. Laksana tumbu oleh tutup, Pak Mus yang banyak menghabiskan waktu berinteraksi dengan karya-karya sastra dan buku-buku yang mengupas budaya itupun bersajak.“Jatidiri Muhammadiyah itu sosial-kebudayaan, maka kawula mudanya seyogyanya harus mencerminkan hal itu sebagai daya dalam geraknya. Jangan kemudian acuh dan tanpa sapa aruh dalam realitas sosial budaya. IMM AR Fachruddin yang tumbuh dan kembang di Jogja tidak boleh tutup mata, selamilah dengan riang gembira karena itu pondasi dan karakternya”

3 . Prof. Dr. Siti Chamamah Soeratno (Ketua PP Aisyiyah 2000-2010 dan Srikandi Budaya Muhammadiyah)

Beliau adalah srikandi budaya dari Muhammadiyah yang dikenal memiliki kepekaan yang tinggi terhadap fenomena sosial-budaya masyarakat di sekitarnya. Dalam pandangannya, seorang pemimpin hendaknya memiliki kecerdasan, keuletan, dan kegigihan dalam mengayomi masyarakat dipimpin.

Mengutip perkataan Emha Ainun Najib, Prof. Chamamah adalah simbol ketidakjumudan. Siti  Chamamah memang merupakan pakar kesusastraan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) yang memiliki pemikiran yang sangat terbuka. Ia sangat lentur dalam bergaul, dan lebih dari itu, senantiasa menginspirasi masyarakat agar sadar akan kebutuhan manusia terhadap kebudayaan dan lingkungan sekitar.

Bertemu dengan beliau adalah buah keberuntungan bagi kami, syarat akan nilai dari lisan yang disampaikan dalam silaturahimnya. Selain mudah bergaul, semangat Prof. Chamamah cukup membuat kami pulang dengan terngiang dalam nalarnya.“Menjadi aktivis Muhammadiyah tidaklah sekadar berwacana, akan tetapi juga melakukan aksi nyata. Kebuntuan budaya dan gejala kemunkaran budaya yang dipancarkan media hari ini, IMM harus berani menjadi yang terdepan dalam menggalakkan narasi kemakrufannya”.

4 . Prof. Abdul Munir Mulkhan (Guru Besar dan Sejarawan Muhammadiyah)

Prof. Abdul Munir Mulkhan

“Kader Muhammadiyah sekarang itu tidak bisa menangkap ruh gerakan sosial Kyai Dahlan, IMM AR Fakhruddin tidak menjadi salah satunya manakala terus berpikir produktif, apalagi manakala bergerak dengan karya, berkarya dalam gerakan dan bagi kemanusiaan. Karena aktivitas Muhammadiyah bukan untuk dirinya sendiri, tapi untuk sosial dan kemanusiaan.”

Beliau adalah bapak Sufisme Muhammadiyah yang lahir di  Jember pada tanggal 13 Nopember 1946 Dikenal sebagai intelektual Muslim yang memiliki gagasan dan pemikiran keagamaan yang progresif, moderat dan inklusif. Prof Munir menilai, saat ini secara kultural kader Muhammadiyah harus berani mencirikan identitasnya dengan pemikiran yang modern dan berkemajuan.“Kalangan muda Muhammadiyah harus berani memanfaatkan situasi dengan kreatif dan inovatif mengembangkan dakwah kultural yang berkeadaban sehingga bisa lebih dekat dengan masyarakat.”

5 . Kusen, S.Ag, M.A, Ph.D / Kyai Cepu (Sastrawan dan Budayawan Muhammadiyah)

Kusen, S.Ag, M.A, Ph.D / Kyai Cepu

Kusen, Ph.D. atau yang familiar dengan sapaan Kyai Cepu adalah seorang sastrawan dan budayawan Indonesia yang lahir di Blora, 22 Februari 1972. Kusen, Ph.D. Pria yang hobi mengarang dan membaca puisi ini merupakan alumnus Belgorad State University, Rusia, untuk jenjang pendidikan S-3 Filsafat Antropologi. Dalam kesempatan silaturahim kami, beliau menyampaikan banyak pesan kepada generasi Muhammadiyah saat ini.

“Muhammadiyah itu organisasi budaya tapi miskin kebudayaan. Muhammadiyah telah meminggirkan antara Muhammadiyah dengan seni dan budaya, ada kesan Muhammadiyah itu anti budaya anti kesenian, sebagian menyadari langkah kita salah. Dalam konteks budaya, agama itu akal maka bila tak beragam maka tak berakal. Budaya itu, budi dan daya. Padahal Budaya Jawa mati bukan karena Muhammadiyah tetapi karena tehnologi.  Orang yang menggunakan tekhnologi digital bila tidak berkreasi itu bodoh. Saya memandang kreasi dan gagasan bidang Seni Budaya IMM AR Fakhruddin ini sangar apabila kelak dapat menjawab kritik-kritik ini, jawablah dengan budaya dan karya dinda!”

6 . Jumaldi Alfi / Uda Alfi (Perupa dan Seniman Muhammadiyah)

Jumaldi Alfi / Uda Alfi

Jumaldi Alfi namanya ada di gugusan seniman kontemporer yang berpengaruh di Indonesia lahir pada 19 Juli 1973 di Sumatera Barat. Uda Alfi menyelesaikan pendidikan seninya di Sekolah Menengah Seni Rupa Yogyakarta pada tahun 1993. Kemudian di tahun 1999, Alfi menyelesaikan pendidikannya di Institut Seni Indonesia, Yogyakarta. Pada tahun 2010, Alfi mengikuti residensi di Singapore Tyler Print Institute, Singapura. Karya Alfi pertama kali dipamerkan dalam pameran bersama pada Festival Kesenian Yogyakarta IV di tahun 1992.

Sebagai pelukis, Jumaldi Alfi telah melakukan banyak pameran atau eksebisi, baik di berbagai kota di dalam negeri maupun di luar negeri seperti di Amsterdam, Singapura, Kuala Lumpur, Hong Kong, New York, Shanghai, Beijing, Paris, dan lainnya. Senada dengan apa yang disampaikan budayawan lain bahwa Muhammadiyah dalam sejarahnya sangat dekat dengan budaya, salah satunya sebagai bentuk media dakwah.

“Saya berharap dari kawula muda Muhamamdiyah memiliki pandangan serta pemahaman terkait seni dan kebudayaan di Muhammadiyah dulu dan sekarang, yang berangkat dengan nalar dan ide kreatif baru untuk mengembangkan seni dan budaya khususnya di Muhammadiyah.”“Jadi IMM AR Fachruddin, tetaplah jadi organisasi yang dalam basis gerakanya memancarkan humanisme seni budaya. Humanisme kultural karena itulah autentisitas yang harus dirawat di tubuh angkatan muda Muhammadiyah”

7 . KRT. Dr. Akhir Lusono W, S.Sn., M.M. (Pegiat Budaya / Ketua LSBO PWM DIY)

KRT. Dr. Akhir Lusono W, S.Sn., M.M.

Bertatap muka langsung bersama salah seorang lakon kebudayaan Muhammadiyah di kediamannya Cebongan RT 11, Cungkuk, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam perbincangan yang berlangsung KRT. Akhir Lusono selaku Pelaku Seni Budaya, menyampaikan banyak hal untuk kemajuan kebudayaan di kalangan Muhammadiyah.

“Manungso mung ngunduh wohing pakarti – seseorang akan memetik hasil dari perbuatannya. Gagasan kebaikan IMM AR Fakhruddin akan mendatangkan kemuliaan dikemudian hari. Bergeraklah seperti Lelaku Wayang bukan sebatas tontonan, tetapi juga penuh tuntunan” KRT. Akhir Lusono mengakui, dirinya sangat ingin potensi-potensi yang ada di kader Muhammadiyah dapat dikenalkan bertumbuh bersama para seniman dan budayawan. Dalam kesempatan tersebut, Akhir sangat mengapresiasi itikad baik IMM AR Fakhruddin menyambangi kediamanya untuk bertukar gagasan bersama-sama serta berharap silaturahim dapat terus terjalin kedepanya.

8 . Ki Eko Wuryanto, S.Pd & Safrilul Ulum, S.A.P (Dalang, Pelaku Seni dan Pegiat Budaya Muhammadiyah)

Ki Eko Wuryanto, S.Pd & Safrilul Ulum, S.A.P

Bertajuk Halaqah Budaya beriramakan ‘Kawula Muda; Meruwat Kearifan Lokal dalam Pusaran Budaya Muhammadiyah’ besar harapan halaqah budaya ini bisa sebagai tali penguatan nalar kawula muda Muhammadiyah dalam meruwat tradisi jati diri persyarikatan di Langgar Kidoel Hadji Ahmad Dahlan, Kauman, Yogyakarta.

Bukan hanya memberikan ruang literatur budaya ke kader komisariat, tetapi ruang silaturahim adalah nilai utama. Bersama dalang Ki Eko Wuryanto dan Cak Ulum akhirnya satu periode kami perlahan menemukan iramanya.

“Mengingat, kelemahan saat ini yakni pada sisi inklusifitas gerakan seyogyanya pada Munas Tarjih ke 22 tahun 1995 telah ditetapkan bahwa karya seni hukumnya mubah (boleh) selama tidak mengarah atau mengakibatkan fasad (kerusakan), dlarar (bahaya), isyyan (kedurhakaan), dan ba’id ’anillah (terjauhkan dari Allah), maka pengembangan kehidupan seni dan budaya dikalangan Muhammadiyah harus sejalan dengan etika atau norma-norma Islam, kader tidak boleh khawatir dan kami yakin IMM AR Fakhrudin berani menjadi pionirnya”.- Ki Eko Wuryanto, S.Pd.

Sementara oleh Safrilul Ulum, S.A.P selaku pegiat budaya dan merupakan eks Ketua Bidang Seni Budaya dan Olahraga IMM AR Fakhruddin Kota Yogyakarta menambahkan dan mengapresiasi kegiatan halaqah budaya ini sebagai momentum refleksi dan evaluasi bersama bahwa masih pantas dan adakah seni budaya di IMM?

“Dalam halaqah ini kita juga mencoba mencari pemaknaan budaya yang telah luntur seiring munculnya budaya-budaya baru saat ini,” ujarnya.

Dia melihat kondisi saat ini ada tendensi keruntuhan akan nilai-nilai budaya di dalam generasi muda. Terjadi kekaburan antara kebudayaan tradisi.

“Sesungguhnya IMM hari ini berada di tengah kebudayaan global, maka kawula muda saat ini mesti memperkuat tradisi itu sendiri karena dengan itu kita bisa menguatkan identitas dan karakter gerakan,”- pungkas Cak Ulum

Kami menganggap momentum silaturahim ini sungguh memberikan ragam wejangan yang penuh makna.

Sebagai kawula muda Muhammadiyah meminta kepada puruhita atau orang-orang ahli ialah kembali memberikan arti terhadap gerak kebudayaan di kalangan generasi muda serta dapat mempertegas bagaimana posisi kebudayaan itu menghadapi tantangan saat ini.

Catatan penting dari tulisan ini bahwa silaturahim itu terbuka untuk semua orang, tentu harus di design menjadi oase, dan menggembirakan. Sebagai kawula muda tentu haruslah optimis dalam melihat peluang seni-budaya di Muhammadiyah.

Di saat yang sama, banyak kader IMM AR Fakhruddin yang menaruh harapan besar dengan adanya LSBO (Lembaga Seni, Budaya, dan Olahraga) di tubuh organisasi besar yang identik dengan formalitas dan birokasi.

Sedangkan sisi lain dunia seni-budaya terkesan imajinatif, bebas, dan dinamis. Meskipun demikan, sebagai seorang pembelajar, kita tidak boleh habis ide. Perlu mengambil jalan tengah (moderat) dengan mengonsep gagasan ini menjadi semi-formal.

Wes wayahe nyawiji aktivitas seni budaya di IMM AR Fakhruddin harus menggembirakan. Berbagai ragam kegiatan seni budaya perlu dimasifkan. Maka tidaklah berlebihan manakala dikatakan Muhammadiyah tidak alergi terhadap seni budaya ‘katakan tidak bagi IMM AR Fakhruddin’. Perlahan ikhtiar itu sudah kami mulai; semoga seni dan budaya di persyarikatan dapat tumbuh dengan subur. Sebagai penanda keelokan seni budaya Muhammadiyah di bumi Yogyakarta.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *