Dila Farhani Nurrahman
Setiap jenis kelamin muncul dari evolusi yang alami, memainkan perannya secara spesifik yang sangat diperlukan. Alam memberikan salah satu jenis kelamin yaitu perempuan dengan organ dan fungsi kehamilan. Jembatan alami yang dimiliki perempuan inilah yang menjadikan sifat alamiah perempuan untuk merawat, memberi makan, dan melindungi hal lainnya.
Evelyn Reed dalam bukunya yang berjudul “Mitos Inferioritas Perempuan” menyebutkan bahwa para ibu sajalah yang dapat melahirkan generasi sebagai upaya perjalanan menuju hakikat kemanusiaan. Para ibu melahirkan tenaga-tenaga kerja baru melalui proses bernama “persalinan” dimana kedepannya akan menjadi produsen utama bagi para pekerja, petani, pemimpin intelektual, dll. Rahim perempuan sebagai metafora yang memberikan kehidupan memiliki keterkaitan terhadap keberlangsungan hidup dan lingkungan sekitar. Kondisi alam dan lingkungan sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup seseorang. Saat terjadi krisis ekologi, jiwa perempuan yang paling dekat dengan bumi pasti akan merasakan krisis pula, hal ini karena perempuan memiliki peran lebih dalam menjaga keberlangsungan hidup keluarganya.
Pangan menjadi kebutuhan paling mendesak bagi masyarakat manapun. Berabad-abad lamanya perempuan hadir sebagai penyedia kehidupan untuk melakukan kontrol pasokan makanan sebagai kebutuhan sehari-hari. Adanya kendali pasokan makanan tidak cukup hanya untuk persediaan sehari saja, tapi perlu adanya pasokan makanan cadangan yang menunjang kedepannya. Sejarah manusia dalam kontrol pasokan makanan terdapat dua era; pertama, zaman pengumpulan makanan yang berlangsung selama ratusan ribu tahun. Kedua, zaman penghasil makanan yang dimulai dengan penemuan pertanian dan peternakan yang dimulai dari 8.000 tahun yang lalu.
Pembagian kerja sebagai upaya pengumpulan pasokan makanan dilakukan secara sederhana. Dimana laki-laki sebagai pemburu yang dapat berburu jauh dari kemah atau rumah dengan waktu yang lebih lama ataupun singkat. Sedangkan perempuan pengumpul produk nabati disekitar kemah atau rumah. Otis Tufton mason dalam bukunya yang berjudul “woman’s Share in Primitive Culture” menyebutkan fakta bahwa pasokan makanan yang dapat diandalkan dan melimpah untuk jangka yang sangat Panjang bukanlah hewan melainkan sayuran yang ditanam dan dikelola perempuan.
Selain menggali akar, umbi-umbian, tanaman, dll. Perempuan juga melakukan perburuan kecil seperti mengumpulkan belatung, serangga, kadal, dan hewan-hewan kecil lainnya yang kemudian dibawa Kembali ke rumah dalam keadaan hidup sebagai dasar pengalaman dan eksperimen. Sejarah mengenai pengumpulan pasokan makanan yang dilakukan perempuan sebagai awal mula munculnya penemuan pertanian dan penemuan domestikasi hewan atau peternakan.
Guna mengendalikan pasokan makanan, tentu kerja yang dilakukan tidak hanya mengandalkan alam dan kesuburannya. Akan tetapi, perlu adanya inovasi sebagai penemuan melalui pembelajaran dan kapasitas yang dimiliki perempuan pada masa itu. Kemampuan pengetahuan metode penanaman sesuai dengan jenis spesies tanaman atau biji-bijian yang berbeda membuat mereka mendapatkan Teknik perontokan, menampi, menggiling, dan menemukan alat-alat khusus yang diperlukan untuk mengubahnya menjadi makanan yang siap di makan. Keberhasilan perempuan dalam menaklukan persediaan makanan bagi manusia dan juga binatang buas merupakan puncak pencapaian dari kerja keras perempuan.
Percepatan zaman menjadikan manusia menciptakan teknologi melalui riset sains sebagai pemenuhan kebutuhan berkepanjangan yang bermula hanya pada sandang, pangan, papan, kemudian menambah daftar panjang seperti pemenuhan transportasi, pariwisata, jalan umum, pusat perbelanjaan, dll. Sebagai potret pembangunan dalam skala pertumbuhan ekonomi yang menjadikan krisis ekologi yang terjadi saat ini.
Dalam kajian Feminisme terdapat suatu Gerakan yang memandang suatu hubungan antara eksploitasi serta degradasi lingkungan hidup dan subordinasi juga opresi terhadap perempuan. Ekofeminisme berangkat dari sebuah renungan adanya dominasi dan diskriminasi yang dialami oleh lingkungan dan perempuan. Sumber permasalahan dari kajian ekofeminisme yaitu masifnya budaya patriarki yang menjadikan perjuangan ekofeminisme untuk bumi yang berkeadilan dan memiliki kesetaraan sosial yang ekologis. Ekofeminisme melalui kajiannya berupaya memecahkan problem kehidupan anatara manusia dengan alam yang berangkat dari pengalaman perempuan sebagai salah satu sumber pembelajaran dalam pengelolaan dan pelestarian alam juga memberikan ruang yang adil dan setara bagi perempuan bersama-sama laki-laki dalam melakukan pengelolaan dan pelestarian alam.
Krisis sosial dan ekologis merupakan dampak antara pihak-pihak yang mengeksploitasi kekayaan alam. Konflik lahan, pembakaran hutan, kerusakan lingkungan terjadi dimana-mana. Perempuan menjadi salah satu penerima beban ganda dari kondisi ini. Seperti ancaman krisis air di Rembang jika wilayah Karst ditambang. Para petani perempuan merasakan ketidakseimbangan sebagai pengalaman riil yang mereka geluti sehari-hari, sebab mereka dekat dan paham mengenai air dan pentingnya menjaga mata air. Munculnya sosok perempuan menjadi pemimpin dalam komunitas untuk mempertahankan lahan maupun lingkungan hidup mereka seperti Greta Thunberg (Climate Strike), Alexandria Ocasio-Cortez (Green New Deal), Alessandra Munduruku (tokoh masyarakat adat di Amazon), Vandana Shiva (tokoh agro-ekologi di India), Sukinah (Kendeng Lestari), dsb. Merupakan bentuk kepekaan perempuan serta daya perempuan dalam pergerakan demi penyelamatan lingkungan.
Sumber:
Mitos Inferioritas Perempuan (Evelyn Reed)
woman’s Share in Primitive Culture (Otis Tufton)