Oleh: Muhammad Zulfikar Yusuf
Di banyak literatur, persoalan ekonomi dan ekologi seringkali digambarkan sebagai sebuah fenomena parsial dan tidak terkait. Padahal secara faktual, ekonomi dan persoalan lingkungan memiliki korelasi yang sangat kuat. Tercukupinya kebutuhan pangan masyarakat adalah hasil dari pemanfaatan alam dengan segala isinya. Karena itu, penting untuk selalu menjaga keseimbangan alam dengan dilandasi sikap tanggung jawab.
Namun dewasa ini, krisis ekologi hampir menjadi persoalan fundamental di seluruh dunia. Pertumbuhan penduduk yang begitu pesat dibarengi dengan kebutuhan pangan yang terus meningkat, menyebabkan tekanan yang besar terhadap konsumsi sumber daya alam. Jumlah penduduk dunia saat ini mencapai angka 7.7 Milyar dengan persentase pertumbuhan penduduk 1.08% per 2019. Dampaknya, konsumsi terhadap kebutuhan pangan, air bersih, pemukiman dan kebutuhan primer lainnya akan terus meningkat.
Berbagai macam persoalan lingkungan akan menjadi ancaman di masa depan, jika pemerintah dan masyarakat bersama dengan stakeholder terkait tidak menghiraukan krisis lingkungan ini. Aktivitas sosio-ekonomi harus dikontrol agar terus memastikan kehidupan manusia yang berkelanjutan. Sampah, polusi, penggundulan hutan, pembangunan yang tidak memperhatikan ruang terbuka hijau, dan persoalan-persoalan lain yang mengancam lingkungan memerlukan perhatian yang sangat serius.
Karena itu, perlu suatu konsep yang visioner dalam melintangi kehidupan di masa yang akan datang. Walaupun kemudian kebutuhan manusia akan selalu ada dan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk, menjaga keseimbangan alam tidak bisa dinafikan dan harus terus menjadi prioritas sebagai bagian dari tujuan pembangunan berkelanjutan.
Sejalan dengan hal itu, Sustainable Development Goals (SGDs) yang dirumuskan oleh negara-negara anggota PBB merupakan bagian dari ikhtiar kemanusian demi mewujudkan kehidupan yang seimbang, adil dan berkelanjutan. Salah satu sub-bagian dari SGDs ini adalah persoalan ekosistem yang harus terus dijaga dan dirawat.
Peran pemerintah bersama dengan stakeholder terkait harus menjamin konservasi, pemulihan dan penggunaan ekosistem di darat dan di laut. Negara juga memiliki peran penting dalam melakukan koordinasi dan kerjasama dengan sektor swasta dan masyarakat untuk mengintegrasikan pengelolaan sumber daya alam sebagai persoalan kompleks. Termasuk juga persoalan keanekaragaman hayati, yang kerap dikomersialkan untuk kepentingan sepihak. Dalam kasus seperti ini, pemerintah harus tegas dalam mengambil tindakan dan kebijakan, mengurangi degradasi habitat alamiah, menghentikan hilangnya keanekaragaman hayati, serta melindungi dan mencegah kepunahan spesies langka.
Disisi lain, persoalan lingkungan tidak bisa terlepas dari produk konsumsi yang dihasilkan oleh masyarakat. Menurut data statistik Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), jumlah sampah yang dihasilkan dari konsumsi masyarakat mencapai 64 juta ton/ tahun, dengan asumsi 0.7 kg/ orang setiap harinya. Belum lagi persoalan sampah yang mengalir ke laut dan mengancam ekosistem bahari, yang hampir semuanya berasal dari aktivitas konsumsi manusia di daratan. Karena itu, penting untuk merumuskan sanitasi perkotaan yang baik dan memadai serta pengelolaan limbah padat yang professional demi menunjang konservasi alam yang berkelanjutan.
Pemanfaatan sumber daya alam oleh Negara juga harus berorientasi pada kesejahteraan rakyat. Pemerintah jangan sampai dengan dalih pembangunan berkelanjutan yang dicanangkan, tetapi diselewengkan tujuannya demi kepentingan individu dan kelompoknya. Sesuai dengan amanat konstitusi bahwa, “bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
Aktivitas input, proses, hingga outputnya harus berdasarkan kemaslahatan dengan mempertimbangkan keseimbangan alam. Aktivitas ekonomi harus belandaskan azas keadilan, kesejahteraan, dan keseimbangan. Tujuan pembangunan harus berorientasi pada peningkatan pelayanan bagi penduduk miskin dengan menjamin akses terhadap kebutuhan dasar.
Dan tentu, sebagai umat Muslim yang selalu menjunjung tinggi Islam rahmatan lil ‘aalamiin dan tajdid sebagai bagian dari komponen bangsa, kita menyadari bahwa kehadiran umat Islam sebagai khalifah harus terus terlibat aktif dalam menyelesaikan persoalan lingkungan yang dihadapi oleh umat manusia, sebagaimana firman-Nya dalam Qur’an surat al-Anbiya’: 107, “dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad) kecuali untuk menjadi rahmat bagi alam semesta”.