22 TAHUN REFORMASI; PENUMPANG GELAP DEMOKRASI

(Oleh : PC IMM AR Fakhruddin)

21 Mei 1998, menjadi saksi bisu dalam iringan tangis air mata yang keluar atas hilangnya nyawa  di medan juang. Air mata suka duka yang menandakan mimpi baru Indonesia sudah berada di pelupuk mata, Soeharto mundur dari jabatannya. Hilangnya kepercayaan politik dari masyarakat merupakan satu turunan dari bentuk kegagalan pemerintahan kala itu, korupsi menjadi tak terbendung dan kegagalan mengatasi krisis moneter adalah fakta yang tidak bisa dibantah kebenarannya, sekali lagi Soeharto mundur, dan Indonesia memasuki babak baru; reformasi.

Dalam gerakan reformasi 1998 yang menuai jalan panjang sebelum akhirnya menemukan setitik harapan, setidaknya membawa 6 tuntutan kala itu, pertama adalah adili Soeharto dan kroni-kroninya, kedua laksananakn amandemen UUD 1945, ketiga hapuskan dwi fungsi ABRI, ke empat pelaksaan otonomi daerah yang seluas-luasnya, kelima tegakkan supremasi hukum, dan terakhir ciptakan pemerintahan yang bersih dari KKN.

Mundurnya Soeharto adalah salah satu bentuk keberhasilan dari rentetan tuntutan gerakan reformasi, namun apakah ini selesai ? belum. Para tokoh reformis yang kala itu berada di garis depan, kini seolah kehilangan komitmennya, kehilangan idealisme saat berada di atas kekuasaan, sebagain besar terjebak dalam kubangan kepentingan politik indivdu maupun golongannya.

Dalam melihat perkembangan demokrasi hari ini, justru semakin menguatakkan adanya kegagalan atas gerakan reformasi tersebut. Marcus Mietzner (2012) pernah mengatakan, dalam demokrasi Indonesia terjadi suatu stagnasi, hal ini di akibatkan oleh leluasanya elit konservatif dalam mengisi ruang-ruang demokrasi yang ada.

Kegagalan itu tergambar dalam berbagai hal, tingginya angka korupsi, terbatasnya kebebasan bereskpresi dari regulasi-regulasi yang ada, serta kacaunya interaksi situasi dalam masyarakat sipil, dalam arti kebebasan berserikat dan berkomunikasi.

INDONESIA PASCA REFORMASI

21 Mei 2020, tepat 22 tahun kita memperingati reformasi, lalu apa kabar Indonesia hari ini ? semenjak digaungkannya era reformasi, perubahan besar-besaran terjadi dalam tubuh negara kita, tetapi fakta belum meratanya kemajuan di berbagai daerah, tidak bisa kita nafikan kebenarannya dibalik gemerlap perbuahan itu.

Tahap selanjutnya setelah transisi demokrasi dalam mengawal gerakan reformasi adalah, konsolidasi yang tuntas dalam tubuh negara maupun rakyatnya. Namun faktanya, antara transisi demokrasi dan konsolidasi terdapat problematika yang cukup rumit dalam tubuh negara. Demokrasi yang diharapkan dapat berjalan lebih baik pasca orde baru, justru malah berjalan sebaliknya. Kemacetn konsolidasi, sedikit banyak dipengaruhi oleh tokoh-tokoh reformis yang duduk dipemerintahan, justru terjebak dalam kepentingan politik golongan.

Untuk semakin menajamkan analisa kita, apakah pasca reformasi kita sedang dalam tatanan negara yang lebih baik atau malah sebaliknya, dapat dilihat setidaknya dari tiga aspek, pertama aspek kebebasan sipil, kedua aspek hak-hak politik, dan ketiga aspek lembaga demokrasi.

Pelamahan terhadap lembaga KPK melalui revisi UU KPK, adalah satu bukti bahwa tatanan negara yang kita hadapi justru berbanding terbaik dengan tujuan reformasi. Mengapa ? jika di lihat kembali sejarahnya, KPK merupakan anak kandung reformasi tersebut, tetapi kini KPK malah jutru di kebiri.

Kemudian, wacana perampingan aturan melalui RUU Sapu jagat OMNIBUSLAW merupakan bukti selanjutnya, bahwa pemerintah hari ini sedang tidak berada pada jalurnya. Omnibuslaw adalah produk kepentingan dari elit-elit penguasa yang telah bersetubuh dengan para pengusaha, akhirnya melahirkan produk omnibuslaw yang sama sekali tidak memihak rakyat.

Pengesahan UU Minerba di tengah situasi ancaman covid-19, juga melegitimasi bahwa pemerintah hari ini lagi-lagi menghianati amanat reformasi. Dalam UU Minerba yang baru saja di sahkan, terdapat pasal-pasal yang disinyalir merupakan karpet merah bagi penguasa. Dalam pasal-pasal itu, terselip niat busuk untuk merebut otonomi-otmnomi daerah yang merupakan salah satu dari enam tuntuan gerakan reformasi 98. Kemudian selain produk-produk tadi, ada juga produk penguasa yang tak kalah busuknya, yaitu pembahansan RKUHP yang kembali digencarkan ditengah pandemi seperti ini.

Singkatnya, Indonesia pasca reformasi telah kehilangan marwah sebagai negara, alih-alih sebagai pelindung rakyat, negara justru menjadi kaki tangan penguasa yang menjadi alat untuk memuluskan kepentingan-kepentingan mereka.

MASA DEPAN REFORMASI

Kekuatan dominasi penguasa dan pengusaha dalam negara, merupakan satu ancaman bagi masa depan bangsa. Negara kemudian tidak dapat berdiri netral di atas garis tengah, tetapi selalu berada dibawah bayang-bayang intervensi pemodal.

Setiap kebijakan atau produk hukum tidak akan pernah bebas nilai, ia selalu dibarengi oleh motif kepentingan dua kekuatan raksasa yang bersemayam dalam tubuh bangsa. Lembaga-lembaga pemerintah yang telah berada dalam cengkraman pemodal, dapat mengeluarkan kebijakan yang mungkin konstitusional, tetapi tidak mungkin berdampingan dengan tujuan refomasi, dan hal ini akan memicu kemandekan demokrasi.

Pada akhirnya, reformasi telah selesai, ia telah kehilangan kendali untuk mendudukan kembali negara sebagai pelindung rakyatnya akibat kepentingan-kepentingan politis aktor-aktor reformis yang memiliki kendali atas negara. Rakyat tidak dilihat lagi sebagai elemen terpenting dalam sebuah negara, sehingga kerap kali di absenkan dan tidak dilibatkan dalam setiap keputusan yang mengatasnamakan kepentingan rakyat itu sendiri.

Pilihannya hanya ada dua, reformasi 98 kini hanyalah tinggal cerita usang dengan segala klaim kegagahannya, apakah kita hanya akan bertahan pada cerita itu, atau justru menghadirkan kembali reformasi jilid II demi perubahan yang radikal ?  

Kita mungkin tidak akan kembali pada masa orde baru, tetapi pembatasan kebebasan sipili, hak-hak politik, serta pelemahan terhadap lembaga demokrasi tidak boleh lagi terjadi. Semua itu hanya mungkin jika kita berhasil menurunkan para penumpang gelap demokrasi : OLIGARKI !

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *