Menjahit Kerusakan Ekologi

Oleh : Tuanmuda

Bencana ekologi seperti tanah longsor, gelombang tinggi, kekeringan, serta hujan dengan intensitas tinggi yang menyebabkan banjir di beberapa titik seolah merupakan jeritan bumi pertiwi, yang enggan berkompromi lagi dengan manusia. Tentu semua itu menjadi nestapa bagi setiap manusia yang ada di muka bumi.

Kesalahan yang terus menerus dilakukan, lama kelamaan akan di anggap sebagai sesuatu yang lazim di masyarakat, tak terkecuali banjir. Pada titik inilah secara tidak sadar, kita terjebak kedalam pikiran yang melihat segala sesuatu yang terjadi secara terus menerus, atau di lakukan secara terus menerus merupakan sesuatu yang “wajar” untuk terjadi, tanpa ada itikad untuk mempertanyakan apakah benar sesuatu itu pantas untuk terjadi.

Dalam beberapa kasus, banjir sering ditemui karena menurunnya daerah resapan air yang disebabkan oleh maraknya pembangunan. Pembangunan yang tidak berorientasi kepada keadilan dan kesejahteraan, justru meninggalkan luka disetiap titiknya, alih-alih untuk kemajuan suatu bangsa, justru pembangunan malah melebarkan ketimpangan, kemiskinan dan yang tak kalah pentingnya adalah mengakibatkan kerusakan-kerusakan terhadap alam.Kerusakan alam juga disebabkan oleh pandangan yang berorientasi ekonomi kapitalistik terhadap alam, artinya alam hanya di lihat sebagai nilai guna yang dapat di eksploitasi secara terus menerus tanpa mempertimbangkan dampak-dampak yang akan terjadi. Dalam buku Pendidikan Lingkungan Hidup, Yadi Rohyadi juga menjelaskan, bahwa kerusakan alam juga dapat dilihat dari dua faktor, pertama adalah pembalakan liar terhadap hutan yang melibatkan oknum-oknum pejabat yang tidak bertanggung jawab, baik berperan sebagai pemodal atau sebagai tameng pengaman. Kemudian faktor kedua adalah eksploitasi lingkungan tanpa batas, yang di barengi oleh kemajuan teknologi melalui alat-alat modern, faktor kedua inilah yang penulis sebut sebagi cara pandang yang berorientasi ekonomi kapitalistik terhadap alam.

Praktek Kejahatan Terhadap Alam

Dalam konteks negara dunia ketiga, yang memiliki sumber kekayaan alam melimpah seperti indonesia, ternyata menyisakan bayang-bayang kehancuran di masa yang akan datang. Hal itu ditandai dengan dominasi kekuatan-kekuatan global dalam perampasan sumber daya alam. Perampasan sumber daya alam ini, secara perlahan akan mengubah konstruksi sosial yang terdapat pada bangsa tersebut, dengan menjadikan kehidupan yang akan datang tidak lagi berpijak pada alam. Padahal kita ketahui secara bersama, bahwa eksistensi lingkungan hidup  sangat membantu manusia dalam menopang kebutuhan primernya.

Dominasi kekuatan global tersebut, di representasikan melalui perusahaan-perusahaan transnasional, meski terdapat juga perusahaan nasional yang juga merupakan representasi dari kekuatan global. Tak jarang perusahaan ini melakukan persekongkolan dengan pemerintah pusat, untuk kemudian turut mengatur bagaimana jalannya regulasi-regulasi yang ada baik di pusat maupun di daerah, demi melanggengkan bisnis gelapnya dalam mengeksploitasi alam secara habis-habisan, disinilah letak bahayanya ketika penguasa dan pengusaha sudah bersetubuh.

Perusahan tambang adalah contoh kecil, dari sekian banyaknya praktek-praketk kejahatan yang dilakukan terhadap alam, dampak yang timbulkan sangat luas. Contoh lainnya adalah perampasan lahan pertanian oleh penguasa, melalui praktek jual beli yang penuh intrik politik serta intervensi terhadap petani, telah melahirkan konflik secara horizontal maupun vertikal. Tidak adanya lahan pertanian, memaksa para petani untuk beralih profesi menjadi pekerja kasar, atau sebagai buruh tani. Secara perlahan keadaan ini akan menggiring kehidupan petani ke arah yang lebih parah, artinya di sadari atau tidak praktek kejahatan terhadap alam telah membawa dampak pemiskinan terhadap rakyat kecil.

Melihat fenomena yang ada, kerusakan-kerusakan ekologi telah berada pada puncak kritis, mengingat dampak yang terjadi sangat luas mulai dari dampak lingkungan, dampak sosial yang hingga akhirnya berdampak juga terhadap sistem perekonomian. Praktek kejahatan terhadap alam telah melahirkan ancaman besar yang siap melibas kehidupan bumi pertiwi tanpa pandang bulu.

Menjahit Kerusakan Ekologi

Dalam persoalan kerusakan ekologi, pemerintah tidak perlu mendramatisir sedemikian rupa dengan menyalahkan warga negaranya yang membuang sampah di sembarang tempat, atau warga negaranya yang sedang memotong ranting-ranting pohon di hutan untuk sekedar digunakan memasak nasi demi menghidupi keluarganya. Sebab secara gamblang dapat kita lihat, pemerintah sendiri tak jarang menggunakan model pembangunan yang jauh dari kata ramah lingkungan, sebut saja penebangan hutan secara liar demi kepentingan industri.

Pembangunan yang merupakan hasil persetubuhan gelap antara penguasa dan pengusaha, yang tidak berorientasi kepada prinsip keadilan dan kesejahteraan harus segera kita akhiri, untuk modal utama menyelamatkan bumi dari kehancuran akibat pembangunan dengan semangat kapitalistik tersebut.

Mengakhiri laju pembangunan kapitalistik tersebut, berarti harus memperbaiki sistem politik yang sedang berlaku di atas panggung demokrasi Indonesia. Munculnya persetubuhan gelap itu, akibat sistem yang berlaku sangat rentan untuk dimasuki campur tangan diluar kendali pemerintah, maka perbaikan sistem politik diharapkan mampu untuk memutus rantai kerusakan ekologi yang berkepanjangan.Selain itu, perlu adanya kesadaran serta tanggung jawab moral yang di munculkan secara seksama untuk mengelola dan memanfaatkan alam dengan sebaik-baiknya. Dalam hal ini, kekuatan berbasis rakyat sangat perlu di gencarkan sebagai oposisi yang setia dalam merawat kesadaran untuk melawan kesewenang-wenangan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *