Perjalanan Agung Muhammad ﷺ

Perjalanan Agung Muhammad ﷺ
Oleh : Muhammad Zulfikar Yusuf

Tepat pada hari ini, Ahad 22 Maret 2020 umat islam diseluruh dunia memperingati Isra’ Mi’raj. Isra’ merupakan perjalanan agung Rasulullah ﷺ dari Masjidil Haram di Mekkah ke Masjidil Aqsha di Palestina. Adapun mi’raj merupakan kenaikan Rasulullah ﷺ menembus lapisan langit tertinggi sampai pada sidratul muntaha. Peristiwa ini diabadikan oleh Allah dalam firman-Nya :
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا ۚ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” QS Al-Isra’ : 1
Peristiwa ini terjadi pada masa ‘amul huzni, tahun dimana ketika Khadijah istri Rasulullah ﷺ dan paman beliau Abu Thalib wafat. Kedua orang inilah yang menjadi kekuatan dalam membela dakwah Rasulullah ﷺ. Walau kemudian Abu Thalib tidak memeluk islam hingga akhir hayatnya, tetapi dia adalah orang yang paling terdepan menjadi tameng dalam melindungi Rasulullah ﷺ terutama ketika kaum kafir dan musyrik menyakiti dan menyiksa Nabi ﷺ. Sejak ditinggal kedua orang tersebut, orang kafir semakin leluasa berbuat sewenang-wenang mengintimidasi Rasulullah ﷺ.
Setelah merasakan berbagai siksaan yang dilancarkan kaum Quraisy, Rasulullah ﷺ memutuskan untuk berangkat ke Tha’if untuk mencari perlindungan dari Bani Tsaqif dan berharap mereka menerima ajaran Islam. Akan tetapi, ajakan beliau ditolak mentah-mentah, bahkan mereka mengerahkan para penjahat dan budak untuk mencerca dan melempari batu sehingga mengakibatkan tubuhnya berdarah. Sampai-sampai Jibril dan malaikat penjaga gunung datang untuk menawarkan agar ditimpakan gunung pada mereka. Tapi Rasulullah ﷺ tidak menginginkannya, bahkan beliau berdoa agar Allah melahirkan keturunan yang bertaqwa dari tulang rusuk mereka.
Peristiwa isra’ mi’raj adalah cara Allah untuk memperlihatkan kekuasaan-Nya sekaligus penghibur kepada Nabi Muhammad ﷺ yang sedang berduka. Perjalanan ini disebutkan secara lengkap dan terperinci oleh Bukhari dan Muslim didalam Shahih-nya. Pada perjalanan ini Rasulullah ﷺ menunggang Buraq yakni suatu jenis binatang seperti kuda dan memiliki sayap dan mampu berjalan dengan langkah sejauh mata memandang.
Perjalanan pertama Rasulullah ﷺ memasuki Masjidil Aqsha lalu memimpin sholat dua raka’at didalamnya bersama dengan para Nabi yang jumlahnya sekitar 120.000. Setelah itu Jibril datang seraya menawarkan segelas khamr dan susu. Dan Nabi ﷺ memilih susu. Lalu Jibril mengatakan, “Engkau telah memilih fitrah.”. Kemudian setelah itu Rasulullah naik keatas langit lalu bertemu dengan para Nabi.
Dilangit pertama Rasulullah bertemu dengan Nabi Adam, dilangit kedua bertemu dengan Nabi Isa, dilangit ketiga bertemu dengan Nabi Yusuf, dilangit keempat bertemu dengan Nabi Idris, dilangit kelima bertemu dengan Nabi Harun, dilangit keenam bertemu dengan Nabi Musa, sampai dengan langit ketujuh bertemu dengan bapak para Nabi, Ibrahim ‘alaihimussalam.
Sesampainya di sidratul muntaha, Rasulullah ﷺ pertama kali mendapat perintah sholat 50 waktu. Mendengar hal ini, Nabi Musa menyarankan Rasulullah ﷺ agar meminta keringanan untuk menguranginya. Allah pun mengabulkan permintaan beliau untuk menguranginya menjadi 45 waktu. Namun Nabi Musa masih keberatan dan menyarankan Rasulullah ﷺ agar kembali meminta keringanan. Begitu seterusnya beberapa kali memohon keringanan sampai Rasulullah ﷺ malu terlalu banyak meminta, hingga akhirnya Allah memerintahkan untuk mengerjakan sholat 5 waktu dalam sehari.
Keesokan harinya, Rasulullah ﷺ menyampaikan apa yang disaksikannya kepada penduduk Mekkah. Akan tetapi, oleh kaum kafir dan kaum musyrik ditertawakan dan didustakan oleh mereka. Hingga akhirnya hanya seorang Abu Bakar yang mengimani peristiwa tersebut. Itulah sebabnya mengapa ia dijuluki Ash-Shiddiq (yang membenarkan).
Itulah peristiwa perjalanan agung Muhammad Rasulullah ﷺ, yang pada saat itu tidak mampu dinalar logika. Beberapa ‘ibrah yang kemudian bisa kita petik dan dijadikan hikmah untuk pelajaran hari ini,
Pertama, Isra’ mi’raj adalah perjalanan mukjizat. Hari ini kita melihat bahwa perjalanan kehidupan Rasulullah ﷺ adalah perjalanan kehidupan biasa. Gambaran sepert ini memperlihatkan bahwa sirah Rasulullah ﷺ jauh dari kata mukjizat dan bukti yang biasa digunakan oleh Allah untuk mendukung para Nabi dan Rasul-Nya. Jika kita mengkaji secara mendalam bahwa pemikiran seperti ini dibentuk oleh kelompok orientalis. Disisi lain sifat-sifat yang disematkan kepada Rasulullah ﷺ adalah sifat tertentu seperti pemimpin, pahlawan, jenius, heroik dan lain sebagainya. Dengan demikian akan muncul suatu gambaran bahwa Rasulullah ﷺ adalah seorang pemimpin, panglima, atau pahlawan sekalipun. Sedangkan gambaran yang selalu ditutupi adalah Muhammad ﷺ sebagai seorang Nabi dan Rasul.
Dalam keadaan seperti inilah, musuh-musuh islam dan orientalis memunculkan gambaran bahwa sebab kemajuan dakwah islam dan banyaknya penganutnya disebabkan karnena faktor kepemimpinan, kejeniusan, kepahlawanan, dan lain sebagainya bukan sebagai seorang Nabi dan Rasul. Maka ghazwul fikr yang ingin ditanam oleh mereka adalah bahwa paradigma yang harus terbangun dalam tubuh umat islam yaitu memasarkan istilah “Muhammadanisme” sebagai pengganti dari “Muslimin”.
Kedua, setiap kesulitan pasti ada kemudahan. Rasulullah ﷺ sebelum melakukan perjalanan isra’ mi’raj, telah merasakan berbagai penyiksaan dari kaum Quraisy, disamping fase kesulitan ketika kehilangan kedua orang yang dicintainya (Khadijah dan Abu Thalib). Disisi lain penyiksaan yang dilakukan Bani Tsaqif ketika hijrah dan mencari pertolongan ke Tha’if. Perasaan tidak berdaya sebagai seorang hamba dan manusia yang memerlukan pembelaan. Hal ini terungkap dalam do’a beliau ketika beristirahat disebuah setelah ditolak oleh masyarakat Tha’if. Dalam do’a ini, Rasulullah memohon pertolongan dan penjagaan, sebaimana bunyinya :
اللّهُمّ إلَيْك أَشْكُو ضَعْفَ قُوّتِي ، وَقِلّةَ حِيلَتِي ، وَهَوَانِي عَلَى النّاسِ، يَا أَرْحَمَ الرّاحِمِينَ ! أَنْتَ رَبّ الْمُسْتَضْعَفِينَ وَأَنْتَ رَبّي ، إلَى مَنْ تَكِلُنِي ؟ إلَى بَعِيدٍ يَتَجَهّمُنِي ؟ أَمْ إلَى عَدُوّ مَلّكْتَهُ أَمْرِي ؟ إنْ لَمْ يَكُنْ بِك عَلَيّ غَضَبٌ فَلَا أُبَالِي ، وَلَكِنّ عَافِيَتَك هِيَ أَوْسَعُ لِي ، أَعُوذُ بِنُورِ وَجْهِك الّذِي أَشْرَقَتْ لَهُ الظّلُمَاتُ وَصَلُحَ عَلَيْهِ أَمْرُ الدّنْيَا وَالْآخِرَةِ مِنْ أَنْ تُنْزِلَ بِي غَضَبَك أَوْ يَحِلّ عَلَيّ سُخْطُكَ، لَك الْعُتْبَى حَتّى تَرْضَى وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوّةَ إلّا بِك
Ya Allah, kepada-Mu aku mengadukan kelemahanku, kekurangan daya upayaku di hadapan manusia. Wahai Tuhan Yang Maharahim, Engkaulah Tuhan orang-orang yang lemah dan Tuhan pelindungku. Kepada siapa hendak Engkau serahkan nasibku? Kepada orang jauhkah yang berwajah muram kepadaku atau kepada musuh yang akan menguasai diriku? Asalkan Engkau tidak murka kepadaku, aku tidak peduli sebab sungguh luas kenikmatan yang Engkau limpahkan kepadaku. Aku berlindung kepada nur wajah-Mu yang menyinari kegelapan dan karena itu yang membawa kebaikan di dunia dan akhirat dari kemurkaan-Mu dan yang akan Engkau timpakan kepadaku. Kepada Engkaulah aku adukan halku sehingga Engkau ridha kepadaku. Dan, tiada daya upaya melainkan dengan kehendak-Mu.”
Kemudian setelah itu, datanglah “undangan” kepada Rasulullah ﷺ sebagai penghormatan dari Allah untuk kekasih-Nya bahwa setiap kesulitan pasti ada kemudahan. Disamping sebagai bukti bahwa perjalanan dakwah merupakan sunnatullah bahwa akan ada ujian dan cobaan disetiap masa dan waktu, sebagaimana dalam firman-Nya :
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
Maka sesungguhnya dalam kesulitan terdapat kemudahan.” QS Al- Insyirah : 5
Ketiga, kedudukan Al- Aqsha. Berlangsungnya perjalanan isra’ ke Baitul Maqdis dan mi’raj ke langit ketujuh menunjukkan bahwa betapa besar kedudukan Al- Aqsha disisi Allah. Disisi lain sebagai bukti bahwa ajaran Nabi Isa dan Muhammad ﷺ adalah ajaran yang satu yang diturunkan Allah kepada para Nabi ‘alaihimussalam. Bahwa hakikatnya agama samawi hanya ada satu, yaitu islam. Dijelaskan bahwa Ibrahim, Isma’il, dan Ya’qub diutus dengan membawa islam, sebagaimana didalam firman-Nya :
وَوَصَّىٰ بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَا بَنِيَّ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَىٰ لَكُمُ الدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam”. QS Al- Baqoroh : 132
Begitupun dengan Nabi Musa yang diutus kepada Bani Israil membawa islam, sebagaimana didalam firman-Nya :
وَمَا تَنقِمُ مِنَّآ إِلَّآ أَنْ ءَامَنَّا بِـَٔايَٰتِ رَبِّنَا لَمَّا جَآءَتْنَا ۚ رَبَّنَآ أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَتَوَفَّنَا مُسْلِمِينَ
Dan kamu tidak menyalahkan kami, melainkan karena kami telah beriman kepada ayat-ayat Tuhan kami ketika ayat-ayat itu datang kepada kami”. (Mereka berdoa): “Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri (kepada-Mu)”. QS Al-A’raf : 126
Demikian pula dengan Nabi Isa, sebagaimana dalam firman-Nya :
فَلَمَّا أَحَسَّ عِيسَىٰ مِنْهُمُ الْكُفْرَ قَالَ مَنْ أَنْصَارِي إِلَى اللَّهِ ۖ قَالَ الْحَوَارِيُّونَ نَحْنُ أَنْصَارُ اللَّهِ آمَنَّا بِاللَّهِ وَاشْهَدْ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran mereka (Bani lsrail) berkatalah dia: “Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk (menegakkan agama) Allah?” Para hawariyyin (sahabat-sahabat setia) menjawab: “Kamilah penolong-penolong (agama) Allah, kami beriman kepada Allah; dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berserah diri.” QS Ali Imran : 3
Maka kesemua dalil tersebut menjelaskan bahwa agama samawi adalah agama yang satu yang menjadi agama penyempurna setelahnya. Perbedaannya hanya terletak syariat-syariat langit, bukan agama-agama langit.
Disisi lain peristiwa ini juga mengingatkan kepada kita bahwa hari ini kondisi Baitul Maqdis sedang tidak baik-baik saja. Bahwa hikmah ilahiyah ini mengingatkan kita bahwa umat muslim jangan sampai takut dan menyerah menghadapi yang tengah merampas hak tempat suci ini serta membebaskannya dari tangan-tangan jahil.
Keempat, antara susu dan khamr. Pilihan Nabi ﷺ jatuh pada minuman susu ketika Jibril menawarkan antara minuman susu atau khamr. Hikmah yang kemudia harus kita petik adalah menegaskan secara simbolik bahwa agama islam adalah agama yang fitrah, bahwa aqidah dan seluruh hukumnya sesusai dengan fitrah manusia. Hal ini menjelaskan sesungguhnya naluri manusia akan condong kepada kebaikan, kasih sayang, dan rahmatan lil ‘alamin, sebagaimana dalam firman-Nya :
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا ۚ فِطْرَتَ ٱللَّهِ ٱلَّتِى فَطَرَ ٱلنَّاسَ عَلَيْهَا ۚ لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ ٱللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلْقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” Ar- Rum : 30
Faktor ini yang kemudian menjadi kunci mengapa islam berkembang begitu pesat. Karena sejatinya, betapapun tingginya budaya dan peradaban manusia, dia akan terus tetap cenderung akan melepaskan seluruh bentuk beban dan ikatan yang jauh dari tabiatnya. Maka inilah bukti mengapa islam mampu memenuhi semua tuntutan fitrah manusia.
Kelima, sholat sebagai kunci agama. Satu-satunya wahyu yang secara langsung disampaikan oleh Allah adalah perintah tentang sholat. Hal ini menandakan bahwa perintah melaksanakan sholat adalah kewajiban yang sangat diperhitungkan. Bagaimana tidak, dibanyak dalil sholat merupakan amal yang paling urgent dan sangat di perhatikan.
Rasulullah ﷺ bersabda :
بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ
“(Pembatas) antara seorang muslim dan kesyirikan serta kekufuran adalah meninggalkan shalat.” HR. Muslim
إنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ العَبْدُ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلاَتُهُ ، فَإنْ صَلُحَتْ ، فَقَدْ أفْلَحَ وأَنْجَحَ ، وَإنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ
Sesungguhnya amal yang pertama kali dihisab pada seorang hamba pada hari kiamat adalah shalatnya. Maka, jika shalatnya baik, sungguh ia telah beruntung dan berhasil. Dan jika shalatnya rusak, sungguh ia telah gagal dan rugi.”HR. Tirmidzi
Dan masih banyak lagi dalil yang menjelaskan terkait urgensi sholat. Jika saja Rasulullah ﷺ tidak diutus untuk umat manusia, niscaya beliau tidak akan kembali dari mi’rajnya. Itulah fungsi sholat, bukan hanya sebagai sebuah ritual agama, lebih dari itu dia mampu menjadi bangunan peradaban bagi sebuah masyarakat. Allahu a’lam bisshowwab.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *