
Oleh : Alifah Agustina
Islam sebagai rahmatan lila’alamin yang membawa perdamaian serta keadilan bagi seluruh umat dimuka bumi yang segala sesuatunya bersumber dari al-Qur’an dan Assunnah, namun seiring berjalannya waktu manusia banyak memiliki perbedaan interpretasi dalam pemahaman sumber-sumber yang ada. Seperti halnya pada pemahaman penciptaan manusia yang terdiri dari muslim laki-laki dan muslim perempuan memiliki perbedaan serta kontroversi antar keduanya seolah-olah sekat yang jelas membuat pergerakan terbatas mulai dari segi substansi penciptaan, peran, tugas dan fungsi, hak, kewajiban serta yang mencakup posisi dan kedudukan dalam budaya bermasyarakat. Islam, Melalui sumbernya yakni al-qur’an dan sunnah menepatkan poisi dan kedudukan perempuan dan sesuai dengan posisi dan kedudukan laki-laki. Akan tetapi tantangan terbesar yang mengahalau perempuan yakni legitimasi teologis terhadap apa yang mereka rasakan ketidakadilan pada kaum perempuan, sehingga apapun yang mereka lakukan selalu dianggap salah dan bertentangan dengan ajaran agama.
Mengakui adanya hal kecacatan dalam berpikir serta pandangan dalam realita masyarakat. seorang laki-laki dipandang sebagai seks yang superior bahkan al-Qur’an pun mengakuinya, akan tetapi para teolog mengabaikan konteks tersebut sehingga menjadikan pengertian laki-laki sebagai superioritas dalam definitif yang absolut. Maka dari itu akibat dari pemahan ayat-ayat al-Qur’an tersebut maka persoalan yang timbul yakni laki-laki selalau menajdi the frist gender sehingga perempuan menjadi the second gender, pendominasian laki-laki terhadap perempuan dimana perempuan selalu dianggap rendah dan selalu dibahwanya laki-laki, laki-laki yang memiliki mendominasi perempuan menjadikannya pemimpin yang harus menentukan masa depan, mengambil keputusan, yang menjadi peran utama dalam tatanan sosial, posisi serta kedudukan tertinggi sehingga kekuasaan tertinggi dan terkuat ditangan laki-laki. Beranjak dari pernyataan inilah menjadikan perempuan seolah tak berdaya dan tidak pula diberdayakan karena kondisi seperti ini adalah kondisi ketidaksetaraan bagi perempuan sehingga kaum perempuan menganggap bahwa mereka tidak diakui keberadaannya serta tidak dimanusiakan sebagaimana perihal kodrati manusia pada esensinya. Maka dari tidak heran apabila kondisi tersebut melatar belakangi sebuah pergerakan keperempuanan yang menuntut keadilan serta kesetaraan pada kaum laki-laki. Seperti pergerakan kaum feminis women liberation (pemerdekaan perempuan) dan women emansipation (pemanusiaan perempuan).
Maraknya tuntutan seperti ini mencakup hak asasi manusia serta ajakan seruan keadilan dan kesetaraan sering kali, tanpa kita sadari, hilang hak asasi dan sirna keadilan karena kekaburan hal-hal yang dituntut untuk diadili dan disetarakan. Dan sering kali timbul pertanyaan apakah ketika adanya persamaan yang dimaksud harus menghilangkan perbedaan perbedaa yang bersifat kodrati dari masing-masing jenis kelamin? Apakah hak serta kewajiban kedua jenis kelamin ini harus sepenuhnya sama? Kalaupun separuhnya sama, bagian apa yang sama dan yang berbeda? Apakah dampak dari terciptanya perbedaan itu? apakah perbedaan itu mengakibatkan hilangnya keadilan? Apakah keadilan harus dituntasi dengan perihal “sama” bahkan “setara”?
Sebelum melanjukan pembahasan ini perlu digaris bawahi, bahwa laki-laki dan perempuan tidak hanya memiliki perbedaan yang mana menjadi sekat keterbatasan dalam sebuah pergerakannya, tetapi juga memiliki kesaaman yakni keduanya sama-sama bersumber dari bapak dan ibu serta berhak memperoleh penghormatan yang sama sebagai manusia. Namun, akibat dari adanya perbedaan, persamaan dalam bidang tertentu menjadikan keduanya separuh sama. Akan tetapi ketidasamaan yang ada tidak pula mendominasi satu pihak dari keduanya. Persamaan itu sendiri dikatakan sebagai kesetaraan, maka apabila kesetaraan tersebut terpenuhi, maka keadilan akan berdiri tegak. Karena, arti keadilan tidak selalau persamaan. Seperti misalnya anda memiliki dua orang anak, anak yang pertama berusia 14 tahun yakni kelas 2 SMP dan anak yang kedua berusia 8 tahun yakni kelas 2 SD. Ketika kita akan memberi uang saku masing-masing keduanya diberi nilai yang sama maka kita belum menerapkan keadilan, karena baiknya kita memberikan uang saku dengan menyesuaikan kebutuhan mereka bukan keinginannya serta memberlakukan atau menugaskannya sesuai dengan kemampuannya masing-masing juga. Begitulah seharusnya yang dilakukan oleh manusia, melihat sisi kepentingan dari kebutuhan kemudian mempunyai rasa atau keinginan untuk memenuhinya.
Namun, keingginan dalam sebuah pergerakan kaum feminis yakni feminisme ini terjadi karena berangkat dari ketidakadilan dibarat, yang mana kaum feminis menginginkan kesetaraan yang berawal dari kebencian para perempuan, karena suaranya yang tidak dianggap sehingga mereka membentuk sebuat pergerakan untuk ketahanan keberlangsungan hidup mereka agar mereka tidak seperti manusia-manusia yang tertindas. Dari adanya pergerakan ini mereka berharap agar dapat menjadi manusia yang manusia yakni diberlakukan adil dalam artian sama, diberikan hak seperti laki-laki, memiliki kekuasaan serta kebebasan seerti pada kaum umumnya laki-laki. Ini lah yang menjadi persoalan suatu pergerakan yang salah karena pergerakan seperti ini menuntut hak, kesetaraan, keadilan, persamaan tanpa memahami kodrati pada esensi penciptaannya. Padahal semua makhluk dimata Tuhan ialah sama, yang membedakan hanyalah tingkat ketakwaan serta iman yang ada. Maka dari itu timbulah rasa untuk melakukan junjungan terhadap hak sehingga terlanjur jauh sampai memperotes sesuatu yang telah dikodrati oleh-Nya. demikian mereka mensifati dengan ego yang tinggi karena biasnya pandangan lama atau terdahulu seingga membuat mereka jatuh pada intepretasi yang kurang sehat.
Kebiasan tersebut bukan hanya membuat peremehan saja terhadap perempuan karena mempersamakan mereka secara penuh dengan laki-laki sehingga menjadi mereka menyimpang terhadap kodratnya. Begitupun ketika tidak meberikan hak-hak mereka sebagai manusia yang memiliki kodratnya dan kehormatan yang tidak kalah dengan apa yang sudah dianugrahkan oleh Allah SWT.kepada kaum laki-laki.
Pengkritisan terhadap sesuatu haruslah melalui dasar-dasar esensi, hakikat diri manusia terlebih dahulu agar mampu mengalokasikan kebutuhan yang harus terpenuhi. Sepertihalnya pergerakan perempuan tidak akan terjadi apabila seorang perempuan itu sendiri mampu memahami hakikat dirinya sebagai seorang perempuan. Mulai dari betuk tubuhnya atau fisik yang secara jelas-jelas nampak nyata, seperti konstruk tubuh laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan yang berkembang dari hari-kehari seiring dengan pertambanhan usia maka semakin matang tingkat pertumbuhan dan perkembangannya. Misalnya rambut pada perempuan tumbuh lebih subur sehingga jadi panjang, halus dan lembut dan pada laki-laki akan tumbuh rambut pada jenggotnya, kumis bahkan tidak jarang pada area dada laki-laki. Pada bagian kerongkongan laki-laki terlihat lebih menonjol daripada perempuan. Otot-otot besar lagi kekar timbul pada laki-laki tidak seperti perempuan. Namun percepatan pertumbuhan berpihak pada perempuan. Merujuk pada banyak pakar kedokteran dan psikologi bahwa perempuan dan laki-laki memiliki hormon khusus dan ciri-ciri dan biologis khusus bahakan jumlah darah pada tubuh laki-laki perempuan pun memiliki perbedaan. Darah pada tubuh perempuan darah merah berjumlah lebih sedikit ketimbang tubuh laki-laki namun perempuan tidak selalau dikatakan makhluk yang lemah. Kemampuan melawan virus dalam tubuh lebih kuat perempuan daripada laki-laki. Begitupun siklus pubertas, laki-laki setua atau serenta apapun masi bisa memproduksi sel sperma akan tetapi pada perempuan ia akan mengalami penurunan fungsi sel telur sehingga ketika dia mengandung akan beresiko besar yang mengakibatkan keburukan pada janin yang dikandung dan ibunya, serta siklus menstruasinya akan berhenti.
Peran yang dilakukan keduanya dikeluaraga misalnya seorang ibu yang mengandung, melahirkan , serta menyusui anak-anaknya. Membersihkan rumah, memasak, mencuci dan melayani suaminya. Sedangkan seorang suami mencari nafkah untuk keluarganya, namun tidak menutup kemungkinan untuk keduanya saling membantu dan bertukar peran dengan ikhlas tanpa mengurangi rasa hormat. Keduanya sangat berperan penting dalam mencukupi serta melengkapi satu sama lain dalam keluarga. Karena Allah SWT. menciptakan perbedaan agar terciptanya kesempurnaan antar